Bahan Bacaan:Galatia 4:1-11
Manusia adalah ciptaan yang indah dan mulia, karena diciptakan menurut gambar dan citra Allah, kemuadian diberikan kepercayaan/tanggungjawab untuk mengolah dan menata bumi, sehingga bumi menjadi nyaman atau menjadi “Rumah” yang layak manusia huni, dan penuh kesejukan. Manusia juga dilengkapi dengan kemuliaan dan kehormatan. Hal ini nampak terlihat dimana mazmur 8 terheran-heran dan mengajukan pertanyaan: siapakah manusia sehingga diciptakan hampir sama seperti Allah, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat?
Namun ternyata gambar Allah itu telah menjadi rusak, akibat ulah manusia dan manusia akhirnya menjadi budak akibat dosa. Dan manusia diciptakan begitu terhormat, ternyata manusia adalah budak bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu kita (manusia) membutuhkan sesuatu di luar manusia, agar manusia dibebaskan dari perbudakan itu. Itulah yang tersirat dari teks ini. Olehnya ada ……hal yang menjadi penekanan sekaligus perhatian kita antara lain :
1.Secara moral, Paulus adalah budak atau hamba.
Artinya bahwa ketika ia berupaya sekuat tenaga untuk menganiaya orang-orang Kristen. Penganiayaan itu bukan perbuatan orang normal, atau manusia bermoral. Oleh sebab itu Paulus membutuhkan kekuatan diluar dirinya yang bisa membebaskan dia dari perhambaan itu.
2.Secara social Paulus adalah budak, Artinya bahwa keanggotaannya sebagai orang yahudi, suku benyamin, dengan semua kredit point yang dihasilkan oleh warisan itu ternyata mandul (tak menghasilkan apa-apa). Dan Ia hanya meninggalkan sepotong kebanggaan, harga diri dan aroganisme sesaat saja, yang sekaligus telah menjadi penjara bagi dirinya. Dan Warisan sebagai suku benyamin tidak bisa mengerjakan/menghasilkan apa-apa, oleh karena itu Kristus mengambil alih dan mengerjakannya semua menurut kehendak-Nya dalam diri Paulus.
3.Sacara spiritual, Paulus adalah budak, Artinya bahwa; agama lama/kepercayaan lama yang diyakininya sangat teliti dan detail dalam pemampilan, sehingga hukum-hukum Tuhan yang dipelajarinya, sudah jauh lebih penting dari Tuhan sendiri. Bunga-bunga tradisi, Hukum Taurat dan Yudaisme yang diimani dan dipegang eret-erat, ternyata tidak bisa menjawab pertanyaan –pertanyaan yang paling prinsip dalam kehidupan. Oleh sebab itu secara mental Paulus adalah budak.
Seperti Paulus, seluruh dimensi kehidupan kita terperangkap dalam penjara perhambaan : Moral, spiritual, mental, sosial dst. Sementara kita memahami diri sebagai yang terhormat, dan berusaha sekuat tenaga untuk menjadikan diri kita pusat segala-galanya. Begitu percaya diri untuk membangun dinasti, dengan mengandalkan semua yang kita miliki, mental, moral, warisan sosial, spiritualitas yang sebenarnya sudah sakit.
Hasil dari upaya dan kerja keras itu sudah dapat diprediksi, tidak dapat diandalkan dan diharapkan. Sebab dari benih-benih yang rusak tidak dapat diharapkan akan datang buah-buah yang baik dan segar.
Karya Kristus yang paling agung telah melepaskan kita dari perbudakan itu, sehingga kita bukan lagi hamba tetapi kita telah menjadi Anak. Akar atau benih-benih busuk sudah diperbaharui atau diperbaiki. Konsekuensinya ialah harus terjadi perubahan dalam kehidupan umat Tuhan, sebagai tindak lanjut atau hasil perubahan status sebagai hamba anak.
Sikap moral yang menganiaya, berubah menjadi memelihara dan merawat dengan penuh tanggungjawab. Warisan budaya atau social yang kita miliki, tidak lagi dilihat sebagai keistimewaan dan kebanggan yang membuat kita eksklusif, tetapi keistimewaan itu akan berguna buat orang lain.
Hukum – hukum Tuhan tidak lagi dilihat secara harafiah dan legalistis, tetapi dinikmati sebagai ungkapan terima kasih dan dilaksanakan dengan senang hati. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab selama ini, sekarang kita menemukan jawabannya di dalam Yesus. Kita semua telah masuk ke dalam satu era baru, era kemerdekaan yang inagurasinya sudah dimulai di dalam Kristus.
Oleh sebab itu sangat diharapkan kita tidak perlu kembali ke dalam perhambaan itu. Paulus mengatakan karena itu berdirilah teguh, jangan lagi mau di kenakan kuk perhambaan. Orang yang sudah menikmati kemerdekaan pasti akan menjauhi perhambaan. Hanya anak yang bodoh, setelah mendapat status anak, ia kembali lagi menjadi budak.
Kehadiran kita sebagai anak tentu akan terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Anak bukan sekedar status, tetapi lebih dari itu ia harus menjalankan fungsinya sebagai anak. Bebas adalah awal dari sebuah perjalanan yang panjang dan bukan pertama-tama menjadi tujuan. Banyak orang yang melihat kemerdekaan sebagai kebebasan semata. Kebebasan yang seperti ini akan membuat hidup menjadi kosong.Amin
Ayat Emas hari ini :
Selasa, 03 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar